Peran Strategis Penghulu sebagai Abdi Negara dalam Konteks Bela Negara di KUA Kecamatan Banjaran
Oleh: Sofwan Farohi, S.H.I.
Penghulu Ahli Pertama, KUA Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka
Pendahuluan
Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki kedudukan strategis dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia. Sebagai pelaksana kebijakan publik, ASN menjalankan tugas pemerintahan dan pelayanan masyarakat secara profesional. Dalam konteks Kementerian Agama, Penghulu sebagai ASN pada Kantor Urusan Agama (KUA) memiliki peran multidimensi yang melibatkan aspek administratif, sosial, dan spiritual. Tugas Penghulu tidak terbatas pada pencatatan akad nikah, tetapi juga mencakup fungsi penguatan ketahanan keluarga dan pembangunan karakter kebangsaan melalui pendekatan pelayanan yang humanis. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kontribusi Penghulu sebagai bentuk bela negara melalui tiga fungsi utama: melayani, mengayomi, dan memberdayakan masyarakat.
Landasan Teoretis dan Yuridis
Secara yuridis, peran ASN diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyebutkan bahwa ASN berfungsi sebagai pelayan publik, pelaksana kebijakan, serta perekat dan pemersatu bangsa. Dalam perspektif ilmu tata negara, Mahfud MD (2009) menyatakan bahwa keberadaan ASN merupakan perpanjangan tangan negara dalam melaksanakan fungsi konstitusionalnya secara langsung kepada masyarakat. Di lingkungan Kementerian Agama, tugas dan fungsi Penghulu didasarkan pada PMA No. 34 Tahun 2016 serta arah kebijakan revitalisasi KUA oleh Dirjen Bimas Islam, yang menempatkan KUA sebagai pusat layanan keagamaan berbasis nilai moderasi, toleransi, dan kebangsaan.
Fungsi Melayani: Relevansi Sosiologis dan Birokrasi Modern
Pelayanan kepada masyarakat merupakan esensi keberadaan ASN. Penghulu di KUA menjadi representasi langsung kehadiran negara dalam kehidupan religius masyarakat, khususnya dalam urusan pernikahan dan keluarga. Weber (1978) menekankan pentingnya birokrasi modern yang menjunjung tinggi legalitas, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam pelayanan publik. Dari sudut pandang sosiologi, Durkheim (1997) memandang negara sebagai institusi yang menjaga kohesi sosial melalui mekanisme pelayanan yang berorientasi pada nilai-nilai kolektif masyarakat. Dengan demikian, pelayanan Penghulu tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga memperkuat struktur sosial masyarakat melalui pendekatan yang adil dan bermartabat.
Fungsi Mengayomi: Perspektif Psikologi Komunikasi dan Keteladanan Sosial
Fungsi pengayoman berhubungan dengan aspek relasional dan komunikasi interpersonal antara ASN dengan masyarakat. Dalam kerangka psikologi komunikasi, Rogers (1961) menjelaskan pentingnya komunikasi empatik dan penerimaan tanpa syarat sebagai dasar membangun kepercayaan dalam pelayanan publik. Sebagai tokoh keagamaan dan moral, Penghulu berperan sebagai penengah dalam konflik rumah tangga, mediator sosial, dan pendidik masyarakat terhadap nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan. Parsons (1991) mengidentifikasi fungsi latency dalam sistem sosial sebagai mekanisme lembaga sosial dalam menjaga keteraturan dan kestabilan nilai. Oleh karena itu, peran Penghulu dalam mengayomi masyarakat merupakan bagian dari stabilisasi sosial yang memperkuat ketahanan budaya bangsa.
Fungsi Memberdayakan: Pendekatan Edukasi Kritis dan Ketahanan Keluarga
Pemberdayaan masyarakat merupakan aspek penting dalam pembangunan sosial yang inklusif. Penghulu tidak hanya memberikan layanan bimbingan pranikah dan penyuluhan, tetapi juga berperan aktif dalam penguatan ketahanan keluarga sebagai unit dasar negara. Menurut Freire (1970), pemberdayaan harus dilakukan dengan pendekatan dialogis untuk menciptakan kesadaran kritis masyarakat terhadap peran dan tanggung jawabnya. Melalui kegiatan Bimbingan Perkawinan (Bimwin), Penghulu membentuk keluarga yang mandiri, religius, dan memiliki daya tahan terhadap tantangan zaman. Hal ini menjadi salah satu bentuk bela negara non-militer yang berbasis pada pembangunan karakter dan penguatan keluarga sebagai benteng ideologis bangsa.
Penutup
Peran Penghulu sebagai ASN di KUA Kecamatan Banjaran mencerminkan implementasi nilai-nilai bela negara dalam bentuk pelayanan keagamaan yang profesional dan berkeadilan. Melalui tiga fungsi utama—melayani, mengayomi, dan memberdayakan—Penghulu telah membuktikan bahwa bela negara tidak selalu bersifat militeristik, tetapi dapat diwujudkan melalui kerja-kerja kemasyarakatan yang berdampak langsung pada ketahanan sosial bangsa. Dengan integritas dan dedikasi, ASN Kementerian Agama memainkan peran sentral dalam membangun masyarakat yang harmonis, religius, dan nasionalis.
Leave a Reply